Pengkotbah

Kotbahkan Kotbah Alkitabiah!

Kesaksian Ruth

Kesaksian PRIBADI

Ruth

saya lahir di banyuwangi tahun 1989,dengan latar belakang kepercayaan dari keluarga 98% hindu,saya hidup bersama orang tua dari sejak lahir, SD, SMP, SMA dijawa setelah lulus tahun 2007 saya merantau ke Bali dengan harapan bisa kuliah sambil kerja tapi apa yang saya rencanakan tidak sesuai dengan kenyataan sempat mengalami depresi berat dan nyaris ingin mengakhiri hidup,hingga akhirnya saya putuskan untuk kuliah lagi tahun 2008 beberapa bulan berjalan mengalami godaan pergaulan akhirnya kuliahpun terbengkalai,kejatuhan, kerugian, dan kekecewaan besar pun kembali terjadi,suatu ketika saya berada di asrama temen kuliah, disana dikamarnya banyak alkitab tergeletak, saat itu saya sedang sakit, jenuh menunggu teman sambil terbaring saya mengambil alkitabnya, asal buka dan membacanya, ketika itu saya baca Ratapan sewaktu saya baca itu seakan apa yang alami semua ada disana,dikamar itu sendirian saya menangis sepuas hati, tak lama kemudian saya buka lagi dan mata saya tertuju pada tulisan carilah dahulu kerajaan ALLAH dan kebenaranNYA maka semuanya akan ditambahkan kepadamu Mat 6 : 33 namun saya sebelumnya memang tak pernah menyentuh alkitab walaupun banyak teman orang kristen, namun saya adalah seorang hindu yang sangat fanatik anti dengan kepercayaan lain dan yang saya tahu alkitab hanyalah penuh dengan tulisan bahkan gak mngerti tulisan apa yang ada didalamnya dan saya juga orang yang tidak suka baca tapi setelah membaca itu ada rasa penasaran besar dan tergerak hati saya untuk mencari tahu apa maksud tulisan yang saya baca itu..saya ingat saya punya mantan ipar di denpasar, dia kristen menikah dengan kakak saya tapi sudah bercerai karena meninggal dan ipar saya masih didenpasar, tak menunggu lama saya pun berkunjung kerumah ipar dan bertanya tentang apa yang saya baca itu, diapun mengantar saya kerumah seorang gembala komselnya dan sesampai disana saya ceritakan kejadian dan saya tanyakan tentang itu, saya diinjili dan setelah pembicaraan panjang ibu itu bertanya apa saya mau percaya Tuhan Yesus, tanpa basa basi dorongan hati saya kuat dan saya sendiri tidak bisa melawan itu, saya pun berkata mau terima Yesus saat itu juga dan saya diajak doa mengikuti dia, dari saat itu saya mulai bergereja, namun kedua orang tua saya tidak tahu, setelah 2 bulan berlangsung ketika ibu berkunjung kebali, ibu melihat dikamar saya ada alkitab melihat itu semua ibu marah, memberitahu bapak juga marah,dengan kecewa ibu langsung pulang kejawa,melihat orang tua marah saya sedih tapi kepercayaan saya jauh lebih besar, ketika ibadah pertama digereja saya mendapat peneguhan lagi dari khotbah yang disampaikan saat itu, ketika saya yakin bahwa pilihan saya tidak salah, Tuhan sendiri yang bekerja terhadap orang tua saya sehingga mereka bisa menerima dan tidak semurka saat awal tahu saya percaya Yesus.dalam perjalanan saya mengikut Tuhan memang tidak mulus, sering mengalami kejatuhan, bahkan mengecewakan Tuhan, dan saat pulang kejawapun jatuh bangun juga saya alami.
hingga akhirnya saya menikah dengan suami saya saat ini, masih banyak pergumulan hidup yang saya hadapi, dari awal ketika saya berani mengambil keputusan untuk mengikut Tuhan saya sadar perjalanan tidak mudah dan penuh dengan tantangan, memikul salib,menyangkal diri,dsb namun saya merasakan bahwa penyertaan Tuhan sempurna bahkan ketika saya sadar bahwa sering sekali mengecewakan Dia namun kasihNya tak pernah berkesudahan dalam hidup saya,dan apapun yang masih Ia ijinkan terjadi pada saya saat ini semua itu untuk kebaikan, dan sebagai proses pembentukan karakter, pribadi seperti yang Dia ingini terlebih lagi saya percaya bahwa dibalik semua ini ada rencana yang indah yang telah Dia persiapkan,hingga tiba saat nya nanti sampai digaris finish.
meskipun belum lama mengikut Tuhan, setiap saya renungkan kenapa harus saya yang mengalami semua ini,sesungguhnya bukan saya yang memilih Dia, namun Dialah yang memilih saya karna Dia mau memakai saya menjadi saksi kristus, dan saya sangat bersyukur karna tidak semua orang mendapatkan kasih karunia seperti yang saya dapat, kini saya ingin lebih lagi dalam mengikut Tuhan selain menjadi saksi saya juga memiliki kerinduan untuk memenangkan orang tua, keluarga dan menjadi berkat untuk banyak orang…Amin

8 Maret 2012 Posted by | Kesaksian | , , , , , , | Tinggalkan komentar

Kesaksian Budi

KESAKSIAN PRIBADI

Budi Kasmanto

 

Saya lahir di Solo, Jawa Tengah, tahun 1954. Tidak begitu ingat dengan masa kecil, tetapi menyadari bahwa pada waktu remaja saya hidup dalam dosa, bahkan sampai menjadi pemuda dan dewasa. Ayah saya seorang polisi, beragama Islam KTP, dan setelah pensiun mengikuti aliran kebatinan dan menjadi “dukun”  penyembuh orang sakit. Kemudian ayah saya mengenal Kristus diikuti ibu dan saudara-saudara saya. Saya dibaptis ketika klas tiga SMP tetapi tidak memahami dengan benar arti menjadi pengikut Kristus.

Kenakalan saya mulai terjadi pada waktu klas satu SMA, dengan akibat harus duduk di kelas ini selama tiga tahun. (Artinya, dua kali tidak naik kelas!). Sesudah kenaikan kelas tiga SMA saya tinggalkan rumah orangtua di Solo dan mengikuti pakde di Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat. Saya tamat SMA di Purwakarta, 1974, kemudian merantau di Jakarta dan pernah tinggal di Semarang dan Surabaya. Kadang-kadang pulang dan tinggal di Solo sementara waktu.

Saya hidup sebagai gelandangan baik sosial maupun rohani. Secara sosial saya tidak pernah punya pekerjaan tetap dan selalu menumpang pada saudara atau teman. Secara rohani saya begelandangan karena tidak tahu siapa diri saya, apa identitas saya, untuk apa saya ada dan kemana saya akan menuju. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut saya membaca buku-buku psikologi, filsafat dan sastra yang kesemuanya tak memuaskan jiwa saya.

Merasa tak berguna saya menjadi putus asa. Tetapi tidak ingin bunuh diri. Merasa malu membayangkan berita-berita tentang diri saya yang mengakhiri hidup secara menyedihkan seperti itu.

Suatu malam saya mengalami hal yang tak pernah saya lupakan. Sementara berbaring perasaan putus asa menekan saya sampai saya merasa lebih baik mati saja. Lalu saya atur posisi tubuh saya. Saya tidur terlentang, kaki saya luruskan, kedua tangan saya lipat di dada… seperti orang biasanya mengatur posisi jenazah. Saya pejamkan mata dan bersiap-siap… mau mati! Tetapi sebuah pertanyaan yang lembut namun tegas dan jelas menyelinap dalam hati atau pikran saya: “Kamu mau kemana?” Saya terguncang dan terbangun, terduduk dengan tangan memeluk lutut. Lalu saya berkata pada diri sendiri bahwa saya tidak boleh mati sebelum tahu dengan pasti kemana akan menuju.

Pada tahun 1982 saya menulis cerpen dan pada 1984 saya menemukan cerpen itu dimuat di satu majalah di Jakarta. Berbekal mimpi menjadi sastrawan besar saya ke Bali dengan harapan bahwa pulau pariwisata ini akan memberi inspirasi untuk menulis. Tetapi justru di pulau ini saya ditangkap Tuhan.

Untuk hidup saya di Denpasar, saya bekerja menjadi sopir. Majikan saya seorang Kristen dan saya mengantar keluarga ini ke gereja. Setiap Minggu setelah majikan dan keluarga turun, saya melarikan mobil dan mencari tempat parkir jauh-jauh dari gereja. Saya menunggu mereka dengan membaca. Seperti saya telah sampaikan saya sudah dibaptis, tetapi saya tidak peduli dengan kekristenan dan “alergi” dengan gereja.Tetapi suatu hari Minggu, setelah majikan saya turun di pintu gereja, petugas parkir gereja naik ke mobil dan mengantar saya ke tempat parkir. Dan setelah mobil diparkir, petugas parkir itu memegang tangan saya, mengajak saya masuk ke gereja. Dan, tanpa sedikit pun bantahan saya mengikutinya.

Duduk di dalam gereja, di bangku paling belakang, saya bertanya: “Tuhan, bagaimana mungkin Engkau membawa saya kemari?” Tuhan menjawab melalui khotbah pendeta waktu itu dari Mazmur 139, terutama ayat 7 yang berkata: “Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?”  Saat itu air mata saya mengucur deras sama seperti saat saya dibaptiskan belasan tahun lalu. Bedanya, saya lebih merasakan kedalaman kasih Tuhan yang dilimpahkan dalam hati saya.

Sejak itu, pembaca buku filsafat dan sastra ini menjadi pembaca Alkitab. Saya tidak ingat berapa kali saya telah membaca seluruh Alkitab. Saya makin mengenal Yesus Kristus, tokoh utamanya. Saya semakin merasakan kasih dan pengampunan-Nya. Saya pernah kursus wartawan di Jakarta dan beberapa bulan kuliah kewartawanan di Surabaya. Kini orang yang pernah bercita-cita jadi wartawan ini ingin menjadi pembawa Kabar Baik. Lalu saya masuk sekolah theologia dan memulai pelayanan penuh waktu pada tahun 1994.

Kini saya dikaruniai seorang isteri dan dua puteri. Perjalanan studi saya memang tidak bagus. Juga perjalanan pelayanan saya. Bahkan pertumbuhan pribadi atau karakter saya pun tidak cukup memadai. Tetapi setelah melewati pergumulan panjang kehidupan iman saya, saya semakin menikmati kasih karunia-Nya yang berlimpah-limpah. Mengisi hidup saya selanjutnya, saya mau agar Tuhan memakai saya dan keluarga saya untuk menyampaikan Injil kasih karunia-Nya kepada lebih banyak orang.

Badung, 16 September 2011

4 Maret 2012 Posted by | Kesaksian | , , , , , , , , | Tinggalkan komentar